TANJUNG PANDAN: Dari Sunrise hingga Sunset
YUPS. Apa yang bisa dilihat di Belitung selalu
menjadi pertanyaan banyak calon pelancong saat merencanakan perjalanannya ke
Belitung. Apakah hanya sekadar pantai yang muncul beberapa detik dalam scene
film Laskar Pelangi, yang nota bene hanya Pantai Tanjung Tinggi saja?
Jawabnya tentu saja tidak. Pantai Tanjung Tinggi
hanyalah salah satu dari puluhan pantai yang nyaman untuk dikunjungi di
Belitung. Semua pantainya berkarakter sama. Berpasir putih, air jernih, susunan
tak beraturan batu granit berukuran besar, berombak tenang nyaris tak beriak
dan tanpa suara deburan ombak.
Ya, jika melakukan perjalanan wisata ke Belitung,
memang bukan hanya Pantai Tanjung Tinggi yang layak dikunjungi. Jika perjalanan
tidak dilakukan secara terburu-buru, banyak pantai bisa dikunjungi, banyak
ragam kuliner bisa dikecap, banyak adat istiadat yang bisa diselami dan
souvenir bisa dibawa pulang.
Nah bagi yang memiliki waktu kunjungan singkat tak
pula perlu pesimis karena tidak bisa menikmati Belitung lebih dalam [more depth Belitong]. Ada shortcut
perjalanan yang bisa dilintasi untuk mendapatkan potongan-potongan kecil wisata
yang jikan dirangkai bisa menggambarkan Belitung secara utuh. Kuncinya satu,
cermat mengatur jalur perjalanan.
Memulai Perjalanan
dari KM-0: Tugu Batu Satam
ADA dua titik untuk memulai perjalanan wisata di
Belitung. Yaitu Bandara Hanandjoeddin jika menggunakan pesawat udara [dari
Jakarta] dan Pelabuhan Tanjung Pandan jika menggunakan angkutan laut [dari
Pulau Bangka tentu].
Idealnya, selepas dari Bandara Hanandjoeddin,
perjalanan bisa dimulai dengan menguliti Kota Tanjung Pandan terlebih dahulu.
Dari Bandara Hanandjoeddin hanya perlu waktu 15 menit menggunakan kendaraan
roda empat untuk mencapai ibukota Kabupaten Belitung ini. Kondisi jalan
sepanjang 15 kilometer yang dilintasi sangat mulus lus lus lus, beraspal
hotmix. Kota kecil ini sekarang (2014)
berpenduduk sebanyak 90.000 jiwa, yang tersebar di 12 Kelurahan/Desa.
Setiba di Tanjung Pandan pelancong akan segera
disuguhi aikon Kota Tanjung Pandan. Persis di tengah simpang lima, di kilometer
nol Belitung, tersaji Tugu Batu Satam, sebagai penanda kota. Di puncak tugu
yang disanggah 5 (lima) pilar terdapat sebuah batu hitam berukuran besar,
mereplikkan batu satam yang sering disebut meteorit
bilitonit.
Batu Satam sendiri merupakan batuan khas Indonesia yang hanya bisa ditemukan
di Belitung. Batu berwarna hitam ini memiliki urat-urat yang khas dan tergolong
batuan langka.
Batu ini terbentuk dari hasil proses alam atas reaksi
tabrakan meteor dengan lapisan bumi
yang mengandung timah
tinggi jutaan tahun lalu. Serpihan batu meteor itu tersebar ke seluruh pelosok
dunia seperti Australia,
Cekoslovakia, Arab, dan di Indonesia
tepatnya di Belitung.
Saat jatuh di atas tanah Pulau Belitung, meteor ini bereaksi dengan kandungan timah yang sangat banyak
terdapat di Pulau Belitung, sehingga membentuk batu hitam keras.
Batu Satam secara tak sengaja pertama kali ditemukan
oleh penambang timah bertenis China pada tahun 1973 di Desa Buding,
Kecamatan Kelapa Kampit,
dalam penambangan timah dengan kedalaman 50 meter.
Konon, penamaan Batu Satam didasarkan pada nama
penemunya yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Sa dan Tam. Jika
diartikan secara harfiah, Sa berarti pasir dan Tam berarti empedu. Sehingga Satam
memiliki arti empedu pasir.
Batu Satam memiliki beberapa nama yakni Taktite
dan Billitonit. Istilah Taktite digunakan para ilmuwan yang
meneliti Batu Satam, sedangkan istilah Billitonit
digunakan seorang peneliti dari Belanda bernama Ir. N. Wing Easton
yang melakukan penelitian terhadap Batu Satam pada tahun 1922.
Batu Satam sudah diuji Fakultas MIPA Universitas
Padjajaran dan Laboratorium
Kimia Mineral dan Lingkungan. Menurut penelitian ilmiah sekitar 700
ribu tahun lalu, sebuah meteor jatuh ke bumi Indonesia. Meteor inilah yang kemudian
menjadi cikal bakal Batu Satam.
Nah agar perjalanan pelancong afdol, jangan lah lupa
untuk menyempatkan diri berfoto selfie di Tugu Batu Satam, sebagai bukti sudah
menginjakkan kaki di Kota Tanjung Pandan. Ada dua waktu yang akan mendapatkan
hasil foto yang eksotis di Tugu Satam. Yaitu pada pagi hari, sekitar pukul
05.30 pagi. Pada pagi hari sunset yang muncul persis di belakang tugu, akan
menampilkan siluet tugu yang sangat eksotis. Waktu pemotretan kedua adalah
malam hari. Terutama akibat cahaya lampu warna warni di kelima pilar tugu serta
lampu sorot ke replika batu satam akan membuat tugu ini menjadi lebih hidup.
Puas berfoto selfie di Tugu Batu Satam, perjalanan
bisa dilanjutkan ke Jalan Endek. Di sisi kanan jalan ini menuju Pasar Ikan,
terdapat sebuah gedung tua. Untuk gedung tua ini ada orang menyebutnya Gedung
Societed. Sejatinya gedung tua ini adalah salah satu heritage Belitung saat
ini.
Konon, bangunan tua ini dulu adalah rumah Kapiten Phang Tjong Toen, seorang juru tulis tambang sejak
John F. Loudon mulai membuka pertambangan timah di Belitung pada tahun 1853.
Disebutkan rumah ini dibangun pada tahun 1868. Rumah tua yang pernah
difungsikan sebagai kantor organisasi politik dan kantor organisasi kepemudaan
di era orde baru ini, saat dibangun memang berfungsi sebagai rumah kediaman
Kapten Phang Tjong Toen. Hingga kini bentuknya tidak mengalami perubahan alias
asli sebagaimana waktu dibangun sekitar 146 tahun silam.
Namun sebelum beranjak ke Jalan Endek, dari Tugu Batu
Satam mendongak lah ke sebuah bangunan di depannya. Sebuah bangunan yang di
atasnya terdapat sebuah jam berukuran besar, yang oleh masyarakat Belitung
disebut jam gede. Dulu jam gede adalah landmark Kota Tanjung Pandan sebelum
digantikan oleh Tugu Batu Satam.
Gedung tempat bercokolnya jam gede itu sendiri tak kalah panjang
sejarahnya. Gedung tersebut dulu adalah kantor Gemeenschaappelijke Mijnbouw
Maatschaappij Billiton (GMB), perusahaan tambang timah milik Kerajaan Belanda di
Belitung, yang kemudian berubah menjadi PN Timah Belitung, lalu menjadi Unit
Penambangan Timah Belitung.
Akan halnya jam gede yang ada sekarang bukanlah jam yang aslinya. Konon,
jam aslinya sama dengan jam yang ada di Kota Amsterdam, Belanda. Bandulnya
terbuat dari kuningan dengan warna dasar agak kekuning-kuningan dan
menggunakan angka-angka Romawi.
Eksotisme
Sunsrise di Pasar Ikan Tanjung Pandan
SETELAH melalui Jalan Endek, di ujung simpang jalan
pelancong akan bertemu perempatan jalan. Berjalanlah lurus. Maka akan tampak
sebuah papan nama jalan bertulisan Gang Kim Ting. Jika lurus menyusuri jalan
ini akan bermuara ke Pasar Sayur dn Pasar Ikan Tanjung Pandan.
Namun, sabar dulu. Di sisi kiri kanan jalan Gang Kim
Ting ini banyak terdapat beraneka toko kelontong, yang sejak dulu hingga
sekarang masih berjualan barang yang sama. Mulai dari keranjang rotan dua wadah
disebut keranjang pempang. Yaitu
sebuah keranjang rotan yang --sepertinya-- rancangannya mengadaptasi sepeda
lalu sepeda motor. Hingga karena adanya penyambung di antar kedua wadahnya,
maka menjadi praktis untuk ditaruh di dudukan belakang sepeda atau sepeda
motor. Di toko ini juga dijual aneka kerajinan lokal yang bersifat fungsional.
Semisal mentudongan [tudung saji], ambong [keranjang rotan satu wadah yang
membawanya ditaruh di punggung atau disandang], sero, bubu dan aneka kerajinan
rotan atau berbasis pandan semisal tikar, topi terindak dan lain-lain.
Bukan hanya itu. Di toko itu juga dijual aneka alat
pancing, sandal lily, lampu pelita minyak tanah, lampu minyak tempel, petromak
dan sebagainya.
Lurus mengikuti jalan Gang Kim Ting, akan ditemui
Pasar Ikan Tanjung Pandan. Aneka jenis ikan segar laut dijual di pasar yang
terletak di muara Sungai Cerucuk ini. Mulai ikan jambal, tenggiri, tongkol,
ilak, kakap merah, kerisi, bingkis, udang, kepiting rajungan, hingga kimak.
Pendek kata semua jenis biota laut yang bisa dimakan ada dijual di pasar ikan
ini.
Jika berada di pasar sini pukul sepuluh pagi, cobalah
berjalan ke sisi kiri dari lokasi pasar. Akan nampak pemandangan sangat indah
dari jejeran perahu nelayan.
Sejati nya di sekitar pasar ikan ini terdapat satu
lokasi pemotretan sangat baik untuk mengabadikan sunrise. Persisnya di ujung
pelabuhan pasar ikan, tempat penyeberangan perahu menuju ke Desa Juru Seberang.
Pemandangan pagi hari di lokasi ini sangat mengagumkan. Saat sunrise muncul,
akan nampak rona merah menawan. Seiring itu muncul pemandangan tersamar menjadi
jelas pelabuhan minyak milik PERTAMINA, Bukit Dian, belakang pasar, lalu lalang
perahu nelayan yang mulai berangkat melaut, dan udara pagi yang segar. Jika ke
Belitung saya merekomendasikan lokasi ini sebagai pilihan untuk menikmati sunrise.
Berseberangan dengan pasar ikan, terdapat Pelabuhan
Tanjung Pandan. Jika berada di sini pada malam hari, akan terdapat pemandangan
indah sangat memesona. Lampu kapal yang samar menerangi badan dan tiang kapal
terefleksi sempurna pada kolam pelabuhan menyajikan keindahan luar biasa. Saya
pun merekomendasikan lokasi Pelabuhan Tanjung Pandan sebagai tempat yang bagus
untuk dikunjungi pada malam hari, terutama bagi yang menyukai fotografi.
Sunset di
Tanjung Pendam
SANGAT mafhum bila sebuah kota di pinggir pantai memiliki urban beach tempat warga kota melepaskan
diri dari kepenatan rutinitas sepanjang hari. Pun dengan Tanjung Pandan.
Adalah Pantai Tanjung Pendam. Pantai berjarak satu kilometer dari aikon
kota Tugu Batu Satam ini merupakan tempat favorit bagi warga Kota Tanjung
Pandan untuk sekadar berhibur diri dan keluarga.
Terletak di sebuah tanjung, jika cuaca cerah, Pantai Tanjung Pendam
menjadi tempat ideal untuk menikmati turunnya secara matahari perlahan. Rona
senja merubah langit menjadi merah kuning bak kuning telor. Keindahan rona
warna itu disempurnakan oleh cahaya matahri yang membias di permukaan air laut.
Keindahan senja di Tanjung Pendam akan semakin membuncah jika dipadu dengan
latar belakang sebuah pulau kecil bernama Kalimoa serta pohon bakau yang banyak
tumbuh di beberapa bagian pantai.
Masih di kawasan Pantai Wisata Tanjung Pendam, bagi yang ingin
mengetahui sedikit gambaran tentang timah di Belitung, bisa berkunjung ke
Museum Timah Belitung, tepatnya Museum Belitung.
Museum yang sejatinya dibangun dengan konsep museum geologi ini, dirintis
atas prakarsa dr. Osberger seorang ahli geologi berkebangsaan Belgia pada tahun
1963. Konon, dulu bangunan museum ini adalah rumah kuno peninggalan pejabat
Belanda. Buka sejak pukul 08.00 WIB pagi hingga sore museum ini menampilkan
berbagai koleksi semisal keramik dan gerabah Cina yang ditemukan dari kapal
dagang yang tenggelam di perairan Belitung. Museum ini juga menyajikan aneka
koleksi senjata, pakaian adat, furniture
dan banyak lagi.
Terkait sejarah timah, museum ini menampilkan aneka contoh batu-batuan
yang didapat dari kegiatan penambangan timah di Pulau Belitung. Museum ini juga
menampilkan maket penambangan timah abad 18 hingga modern, maket kapal keruk
timah yang kini sudah tidak beroperasi karena sangat merusak lingkungan.
Sementara pada bagian halaman terdapat peninggalan kereta pengangkut timah zaman
dahulu.
Uniknya, di bagian belakang museum ini terdapat kebun binatang mini
dengan koleksi hewan seperti orangutan, burung, ular dan lain-lain.