The Kim Tjan: Legenda Tiongkok di Kampung Kami
By Huzaini Bule Sahib rewrite on Tuesday, Sept 30, 2014
The Kim Tjan, akrab dipanggil Kim Can, bak legenda bagi urang (masyarakat) Pangkallalang, kampung kami. Sesungguhnya Kim Can adalah saksi perjalanan sejarah kampung kecil di Belitung, bernama Pangkallalang.
===================================================================
MELINTAS di simpang empat Pangkallalang, Tanjung Pandan, Belitung, Prov Bangka Belitung, bak melintasi jejak sejarah Pangkallalang. Banyak saksi perjalanan kampung kecil, dengan pusat komunitas di simpang empat yang sangat akrab dengan kehidupan Pangkallalang. The Kim Tjan adalah salah satunya. Pemilik toko kelontong sederhana di sisi kanan simpang empat, menuju arah pasar Tanjungpandan.
Awalnya toko Kim Can sangat sederhana. Yang paling khas adalah kawat ram di bagian depan Toko Kim Can. Ram itu lah yang menjadi aikon dan kekhasan yang tidak bisa menghilangkan ingatan urang Pangkallalang akan toko Kim Can. Dagangannya, untuk ukuran sekarang, setara dengan mini market semisal Alfa Mart, Indomaret, Youngmart dan sejenisnya. Pendek kata semua barang ada di Toko Kim Can.
Masuk ke Toko Kim Can ibarat masuk kantong ajaib dora emon. Ketika tiba di halaman depan toko, pembeli akan langsung disambut barang dagangan di bagian teras depan toko. Di sebelah kanan, segala macam barang ukuran agak besar. Berjejer tak beraturan mulai dari cangkul, mentudongan (tudung saji), keranjang pempang (keranjang dua wadah untuk naik sepeda atau sepeda motor), keranjang ambin (gendong punggung), rotan, terindak nguncup (caping kecil)), terindak ngembang (caping lebar), pendek nya semua produk berbau rotan ada di situ semua. Sebelah kiri, biasa ditaruh kaleng minyak tana dan barang agak keras.
Masuk ke dalam toko, suasana lebih meriah lagi. Di ruangan berukuran 10 kali 6 meter barang-barang dagangan terserak dimana-mana. Rada-rada kumuh lah. Nah di sebelah kiri, berderet kotak paku, sesuai ukuran panjang paku. Mulai berukuran 1 dim (bahasa lokal 1 dim setara dengan 1 inchi, red.) , 2 dim sampai 5 dim. Agak ke dalam sebela kiri berjejer kotak semperong lampu minyak dan semprong lampu petromaks. Bersesakan juga di sebelah sini ada beras, gula, kacang hijau, kacang tanah, garam, terasi, asam jawa, hingga kemiri. Yang agak mengherankan dan membingungkan, kenapa Kim Can mesti naruh topless hamoi dan topless ham lamdi dekat rak paku???
Nah di sebelah kanan ruangan sebelah depan, adalah tempat aneka barang kelontong. Mulai kobokan, piring sedikit, baskom digantung menggunakan paku di dinding. Malah di kelompok ini terdapat ban sepeda. Pendek kata semua barang bersesakan mulai dilantai, digantung ke plafon hingga nempel di dinding. Meriah lah.
Di belakang menuju ke pintu belakang, konon, adalah menjadi bagian terpenting dari Toko Kim Cam. Disana lah terdapat sebuah meja kecil. Di atasnya penuh dengan berbagai macam makanan basah. Mulai kumbu kacang (gandasturi), jemput2, cerurot, guring pisang, kue bugis. Semua makanan tradisional kampung kami, Melayu Belitong.
Di meja 'kasir' ini ada pemandangan agak aneh. Terdapat satu topless tinggi, ade gambar urang bersin. Topless permen Hacks. Konon, setiap hari Sabtu dan Rabu, Kim Can sampai harus menyediakan dua topless permen Hacks. Sebab malam Kamis dan malam Minggu adalah malam wakuncar bagi muda-mudi. Nggak ada keterangan ilmiah at hasil riset yang menghubungkan kenapa cewek cowok Pangkallalang kala itu sangat menyukai permen Hacks tiap malam Kemis dan malam Minggu to.
Selain di meja 'kasir', tempat kue-kue basah juga ada di dekat ram kawat di atas meja panjang kecil. Disana tersedia ruti burong, jemput2, lepat pulut, pulut panggang, sampai rukuk2. Semuanya kue tradisional Belitong. Dua meje ini lah menjadi meja paling favorit. Di meja kasir adalah ajang yang diperbutkan anak-anak muda Pangkallalang ngentit kumbu kacang. Sedang meja kue satunya menjadi ajang pembantaian kue burung. Kue burung adalah, roti lokal berbentuk burung sedang menggendong anaknya di atas punggung. Nah, di Toko Kim Can si anak burung pada kue burung itu suka 'dipetik' anak-anak, hingga jadi lah akhirnya kue ruti burong toko Kim Can, hanya ruti burong tanapa anak burung. Dasar...
Nah di depan meja kue dekat ram kawat, biasa berderet-deret topless berisi aneka permen. Mulai dari dari permen kumala, permen karet, permen rukuk2, permen yang pembungkus dalamnya bisa dimakan, permen sarsaparila, sampai permen arora (aurora). Di derretan itu juga terdapatsatu topless berisi permen lapisan tipis-tipis, rasanya agak asam kecut tapi manis. Jika dimakan pipi serasa ngembang.
Tak kalah meriah adalah bagian dinding toko Kim Can. Lemari besar sampai atas berderet-deret. Isinya aneka rupa dan bermacam-macam. Ade benang sulam warna warni, jarum jahit, jarum bordir, benang sulam, segala jenis obat, kembang api, mercun, senter bateray, pancing, kelereng, bola pingpong hingga suttlecock. Malah bed pinpong dan raketjuga ikut berdesakan dalam lemari itu.
Dibalik semua isi toko Kim Can, harta yang paling dijaga Kim Can tentu saja meje kasir (sekalian tempat kue basah), plus mesin hitung primitif nya (sempoa). Warna nya tetap hitam, entah karena memang cat nya bagus, atau karena udah penuh daki Kim Can dan Akun --anaknya-- yang nempel ke sempoa itu. Dengan sempoa inilah Kim Can menghitung belanjaan pembeli "Beli ape tadik? Clek clek clek, lima libu ya," bgeitu kata Kim Can.
Begitu lah toko Kim Can. Begitu lah Kim Can, suka dikerjain anak-anak yang belanja di tokonya, tetap saja ramah, tetap saja senyum, tidak pernah kelihatan marah. Selalu ngomong lugi telus, namun nggak bangkrut-bangkrut juga.
Kim Can, memang sosok tak tergantikan de simpang empat, Pangkallalang. Kim Can juga telah melakukan hubungan mutualisme dengan urang Pangkalllalang. Segala hal bisa diutangkan Kim Can. Mulai beras, gula, minyak, rokok, sampai judi buntut (togel, red.) bisa ngutang di toko Kim Can.
Itu lah Kim Can. Itu lah pengukur kemajuan ekonomi urang Pangkallalang. Semakin majunya tuko Kim Can menjadi penanda bahwa urang Pangkallalang mulai rada-rada bagus sedikit perekonomiannya.
Sejarah Kim Can mimang sejarah panjang kehidupan Cina perantauan ke Belitong. Menurut cerita orang-orang tua. Munculnye toko Kim Can itu adalah kedatangan kali keduanya ke Belitong. Awalnya Kim Can, sekitar tahun 1920-an, dari Cina datang ke Belitong sebagai kuli tambang timah (Cina kontrak). Beberapa tahun di Belitong Kim Can kembali ke Cina daratan. Entah kenapa, beberapa tahun kemudian Kim Can kembali datang lagi ke Belitong. Kedatangan keduanya itu bersama dengan istri dan sekaligus seorang teman, Ayen. Nah Kim Can dan A Yen dipinjami oleh Kek Rahman tanah, untuk buka toko. Kim Can di toko nya sekarang dan A Yen di dealer Honda (biak Pangkallalang nyebut e tuko Ali).
Kim Can, juga bukan sekadar mencari keuntungan dengan membuka tuko dekat simpang empat itu. Tetapi juga, ikut bersama pemuda-pemuda Pangkallalang seperti Pak Alang (Hasyim Idris) dan Abdullan Aidit, ikut menghadang mobil tentara Belanda di daerah Aik Rayak, simpang kubor pahlawan lama, saat mobil Belanda mau masuk ke Tanjungpandan.
Yah, lelaki bertubuh imut yang datang dari Cina daratan itu bukan sekadar Kim Can, tapi juga telah menjadi bagian dari Pangkallalang. Setiap konyen Kim Can ngirim kue keranjang untuk kenalannye uurang-urang tua di Pangkallalang. Di malam takbiran giliran Kim Can mendapat kiriman ketupat dari tetangganya. Tak pernah urang Pangkallalang menganggapnya Cina. Urang Pangkallalang Cuma tahu Kim Can is Kim Can. Ya itu lah Pangkallalang. Damai, hidup tanpa sekat, dan tetap menjadi bagian dari Inonesia. (BULE SAHIB)
===================================================================
MELINTAS di simpang empat Pangkallalang, Tanjung Pandan, Belitung, Prov Bangka Belitung, bak melintasi jejak sejarah Pangkallalang. Banyak saksi perjalanan kampung kecil, dengan pusat komunitas di simpang empat yang sangat akrab dengan kehidupan Pangkallalang. The Kim Tjan adalah salah satunya. Pemilik toko kelontong sederhana di sisi kanan simpang empat, menuju arah pasar Tanjungpandan.
Awalnya toko Kim Can sangat sederhana. Yang paling khas adalah kawat ram di bagian depan Toko Kim Can. Ram itu lah yang menjadi aikon dan kekhasan yang tidak bisa menghilangkan ingatan urang Pangkallalang akan toko Kim Can. Dagangannya, untuk ukuran sekarang, setara dengan mini market semisal Alfa Mart, Indomaret, Youngmart dan sejenisnya. Pendek kata semua barang ada di Toko Kim Can.
Masuk ke Toko Kim Can ibarat masuk kantong ajaib dora emon. Ketika tiba di halaman depan toko, pembeli akan langsung disambut barang dagangan di bagian teras depan toko. Di sebelah kanan, segala macam barang ukuran agak besar. Berjejer tak beraturan mulai dari cangkul, mentudongan (tudung saji), keranjang pempang (keranjang dua wadah untuk naik sepeda atau sepeda motor), keranjang ambin (gendong punggung), rotan, terindak nguncup (caping kecil)), terindak ngembang (caping lebar), pendek nya semua produk berbau rotan ada di situ semua. Sebelah kiri, biasa ditaruh kaleng minyak tana dan barang agak keras.
Masuk ke dalam toko, suasana lebih meriah lagi. Di ruangan berukuran 10 kali 6 meter barang-barang dagangan terserak dimana-mana. Rada-rada kumuh lah. Nah di sebelah kiri, berderet kotak paku, sesuai ukuran panjang paku. Mulai berukuran 1 dim (bahasa lokal 1 dim setara dengan 1 inchi, red.) , 2 dim sampai 5 dim. Agak ke dalam sebela kiri berjejer kotak semperong lampu minyak dan semprong lampu petromaks. Bersesakan juga di sebelah sini ada beras, gula, kacang hijau, kacang tanah, garam, terasi, asam jawa, hingga kemiri. Yang agak mengherankan dan membingungkan, kenapa Kim Can mesti naruh topless hamoi dan topless ham lamdi dekat rak paku???
Nah di sebelah kanan ruangan sebelah depan, adalah tempat aneka barang kelontong. Mulai kobokan, piring sedikit, baskom digantung menggunakan paku di dinding. Malah di kelompok ini terdapat ban sepeda. Pendek kata semua barang bersesakan mulai dilantai, digantung ke plafon hingga nempel di dinding. Meriah lah.
Di belakang menuju ke pintu belakang, konon, adalah menjadi bagian terpenting dari Toko Kim Cam. Disana lah terdapat sebuah meja kecil. Di atasnya penuh dengan berbagai macam makanan basah. Mulai kumbu kacang (gandasturi), jemput2, cerurot, guring pisang, kue bugis. Semua makanan tradisional kampung kami, Melayu Belitong.
Di meja 'kasir' ini ada pemandangan agak aneh. Terdapat satu topless tinggi, ade gambar urang bersin. Topless permen Hacks. Konon, setiap hari Sabtu dan Rabu, Kim Can sampai harus menyediakan dua topless permen Hacks. Sebab malam Kamis dan malam Minggu adalah malam wakuncar bagi muda-mudi. Nggak ada keterangan ilmiah at hasil riset yang menghubungkan kenapa cewek cowok Pangkallalang kala itu sangat menyukai permen Hacks tiap malam Kemis dan malam Minggu to.
Selain di meja 'kasir', tempat kue-kue basah juga ada di dekat ram kawat di atas meja panjang kecil. Disana tersedia ruti burong, jemput2, lepat pulut, pulut panggang, sampai rukuk2. Semuanya kue tradisional Belitong. Dua meje ini lah menjadi meja paling favorit. Di meja kasir adalah ajang yang diperbutkan anak-anak muda Pangkallalang ngentit kumbu kacang. Sedang meja kue satunya menjadi ajang pembantaian kue burung. Kue burung adalah, roti lokal berbentuk burung sedang menggendong anaknya di atas punggung. Nah, di Toko Kim Can si anak burung pada kue burung itu suka 'dipetik' anak-anak, hingga jadi lah akhirnya kue ruti burong toko Kim Can, hanya ruti burong tanapa anak burung. Dasar...
Nah di depan meja kue dekat ram kawat, biasa berderet-deret topless berisi aneka permen. Mulai dari dari permen kumala, permen karet, permen rukuk2, permen yang pembungkus dalamnya bisa dimakan, permen sarsaparila, sampai permen arora (aurora). Di derretan itu juga terdapatsatu topless berisi permen lapisan tipis-tipis, rasanya agak asam kecut tapi manis. Jika dimakan pipi serasa ngembang.
Tak kalah meriah adalah bagian dinding toko Kim Can. Lemari besar sampai atas berderet-deret. Isinya aneka rupa dan bermacam-macam. Ade benang sulam warna warni, jarum jahit, jarum bordir, benang sulam, segala jenis obat, kembang api, mercun, senter bateray, pancing, kelereng, bola pingpong hingga suttlecock. Malah bed pinpong dan raketjuga ikut berdesakan dalam lemari itu.
Dibalik semua isi toko Kim Can, harta yang paling dijaga Kim Can tentu saja meje kasir (sekalian tempat kue basah), plus mesin hitung primitif nya (sempoa). Warna nya tetap hitam, entah karena memang cat nya bagus, atau karena udah penuh daki Kim Can dan Akun --anaknya-- yang nempel ke sempoa itu. Dengan sempoa inilah Kim Can menghitung belanjaan pembeli "Beli ape tadik? Clek clek clek, lima libu ya," bgeitu kata Kim Can.
Begitu lah toko Kim Can. Begitu lah Kim Can, suka dikerjain anak-anak yang belanja di tokonya, tetap saja ramah, tetap saja senyum, tidak pernah kelihatan marah. Selalu ngomong lugi telus, namun nggak bangkrut-bangkrut juga.
Kim Can, memang sosok tak tergantikan de simpang empat, Pangkallalang. Kim Can juga telah melakukan hubungan mutualisme dengan urang Pangkalllalang. Segala hal bisa diutangkan Kim Can. Mulai beras, gula, minyak, rokok, sampai judi buntut (togel, red.) bisa ngutang di toko Kim Can.
Itu lah Kim Can. Itu lah pengukur kemajuan ekonomi urang Pangkallalang. Semakin majunya tuko Kim Can menjadi penanda bahwa urang Pangkallalang mulai rada-rada bagus sedikit perekonomiannya.
Sejarah Kim Can mimang sejarah panjang kehidupan Cina perantauan ke Belitong. Menurut cerita orang-orang tua. Munculnye toko Kim Can itu adalah kedatangan kali keduanya ke Belitong. Awalnya Kim Can, sekitar tahun 1920-an, dari Cina datang ke Belitong sebagai kuli tambang timah (Cina kontrak). Beberapa tahun di Belitong Kim Can kembali ke Cina daratan. Entah kenapa, beberapa tahun kemudian Kim Can kembali datang lagi ke Belitong. Kedatangan keduanya itu bersama dengan istri dan sekaligus seorang teman, Ayen. Nah Kim Can dan A Yen dipinjami oleh Kek Rahman tanah, untuk buka toko. Kim Can di toko nya sekarang dan A Yen di dealer Honda (biak Pangkallalang nyebut e tuko Ali).
Kim Can, juga bukan sekadar mencari keuntungan dengan membuka tuko dekat simpang empat itu. Tetapi juga, ikut bersama pemuda-pemuda Pangkallalang seperti Pak Alang (Hasyim Idris) dan Abdullan Aidit, ikut menghadang mobil tentara Belanda di daerah Aik Rayak, simpang kubor pahlawan lama, saat mobil Belanda mau masuk ke Tanjungpandan.
Yah, lelaki bertubuh imut yang datang dari Cina daratan itu bukan sekadar Kim Can, tapi juga telah menjadi bagian dari Pangkallalang. Setiap konyen Kim Can ngirim kue keranjang untuk kenalannye uurang-urang tua di Pangkallalang. Di malam takbiran giliran Kim Can mendapat kiriman ketupat dari tetangganya. Tak pernah urang Pangkallalang menganggapnya Cina. Urang Pangkallalang Cuma tahu Kim Can is Kim Can. Ya itu lah Pangkallalang. Damai, hidup tanpa sekat, dan tetap menjadi bagian dari Inonesia. (BULE SAHIB)
Saya sungguh tertarik dengan tulisan ini.
ReplyDeleteterima kasih atas kenangannya tentang kampung kita
ReplyDelete