KERAMAT GUNONG TAJAM
PADA masa pemerintahan Kiai Agus Bustam, bergelar Depati Cakraningrat IV (1700-1740 M) di Kerajaan Balok, Belitung, seorang mubaligh Islam bernama Sayid Hasan bin Abdullah atau Syekh Abubakar Abdullah datang ke Belitung melalui Sungai Buding, sekitar 45 kilometer (km) dari Tanjungpandan. Datang dari Aceh beliau datang untuk menyebarkan agama Islam dan bermukim di Desa Buding.
Dari Desa Buding ini, beliau menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Pulau Belitung. Dalam penyebaran dan melakukan syiar Islam, beliau disertai Tu’ Kundo, seorang muridnya yang terkenal. Tu’ Kundo inilah yang sering menobatkan orang yang sering dianggap kafir untuk masuk Islam. Tugas cukup berat bagi seorang mubaligh. Karena itu tidak mengherankan kalau keduanya selalu mendapatkan tantangan. Namun, dengan hati tabah kedua mubaligh ini terus menjalankan kegiatan syiarnya.
Singkat cerita, tanpa terasa sudah banyak daerah yang penduduknya telah masuk Islam. Setiap daerah yang penduduknya telah masuk Islam, didirikan sebuah mesjid untuk tempat ibadah. Mesjid pertama yang dibangun Syekh Abubakar Abdullah berada di Kampung Badau, sekitar 22 km dari Tanjungpandan.
Kuatnya syiar yang dilakukan Syekh Abubakar Abdullah hingga banyak penduduk masuk agama Islam, tak pelak membuat Kiai Agus Bustam yang pada saat itu tengah memerintah di Kerajaan Balok merasa takut kehilangan kepercayaan dari rakyatnya. Hingga ia melakukan berbagai cara agar kepercayaan rakyat kepadanya tak berkurang. Bahkan, ia tak segan-segan untuk bertempur.
Suatu ketika, Kiai Agus Bustam mendatangi Syekh Abubakar Abdullah untuk membunuhnya. Syekh Abdullah tak gentar. Sebagai seorang mubaligh beliau tak takut meninggal. Upaya Kiai Bustam untuk membunuhnya ia hadapi dengan gagah berani, hingga terjadilah perang tanding antara keduanya. Namun, setelah bertempur cukup lama dan berbagai jurus sudah dikeluarkan Kiai Agus Bustam, Syekh Abdullah tak juga terbunuh. Hingga akhirnya, Syekh tersebut berujar kepada Kiai Agus Bustam, “Raje, kalu’ mimang benar-benar nak muno aku, ndak usa gini carenye. Tapi cukup pakai jarum emas nok ade dalam keminangan aku terus cucokkan ke ujong jempol kaki kanan aku.”
Rupanya niat Kiai Agus Bustam untuk membunuh Syekh Abdullah memang telah bulat. Setelah tahu kelemahan Syekh Abdullah, tanpa membuang waktu ia mengambil jarum emas di keminangan Syekh Abdullah dan menusukkannya ke jari yang disebutkan. Seketika itu juga syekh dari Aceh itu pun roboh. Wafat meninggalkan dunia yang fana berbalut berbagai amal dan kebaikan serta nama besar sebagai penebar Agama Islam pertama di Belitung.
Sebenarnya, kepada muridnya Tu’ Kundo, Syekh Abdullah pernah berpesan, “Kalu’ aku mati kelak, kuborkan aku di antare langit dan bumi.” Namun, karena saat beliau meninggal Tu’ Kundo sedang berada di luar Belitung, oleh pengikutnya yang lain, jenazah Syekh Abdullah dimakamkan pada sebidang tanah di sekitar hulu Sungai Air Batu, Buding.
Dua-tiga bulan setelah kematian Syekh Abdullah, Tu’ Kundo kembali ke Belitung. Diceritakanlah oleh para pengikutnya kepada Tu’ Kundo tentang apa yang terjadi pada Syekh Abubakar Abdullah. Mendengar cerita itu, Tu’ Kundo hanya terdiam. Tak tahu apa yang harus diperbuat.
Yang ia ingat hanya pesan Syekh Abdullah kepadanya tempo hari.
Ingat pesan itu, ia pun berfikir keras menafsirkannya. Setelah difikir-fikir mengertilah Tu’ Kundo, yang dimaksud dikubur antara langit dan bumi adalah di atas puncak tertinggi gunung yang ada di Belitung.
Nah tak jauh dari makam Syekh Abdullah terdapat Gunung Tajam, gunung tertinggi di Belitung dengan dua puncak, kerap disebut Gunung Tajam laki dan Gunung Tajam bini. Di antara dua puncak ini, yang tertinggi adalah Gunung Tajam bini. Karena itulah, kemudian Tu’ Kundo memutuskan untuk memindahkan jasad Syekh Abdullah dari hulu Sungai Air Batu Buding ke puncak Gunung Tajam bini, yang berjarak sekitar delapan kilometer.
Singkat cerita bersama pengikutnya yang lain, Tu’ Kundo pun membongkar makam Syekh Abdullah. Satu keajaiban terjadi selama pembongkaran makam itu dilakukan. Jasad Syekh Abdullah yang sudah dimakamkan selama kurang lebih tiga bulan tak sedikit pun ada perubahan. Kalau pun ada hanya sebuah koreng kecil pada ujung jempol kaki kanannya, bekas tusukan jarum mas. Juga tak ada bau busuk yang menebar. Malah yang terjadi sebaliknya. Bau wangi merebak kemana-mana. Sebelum dibawa ke puncak Gunung Tajam laki, jasad Syekh Abdullah dibungkus dengan kulit kayu kepang.
Namun, masalah baru kembali dihadapi Tu’ Kundo. Mengingat jalan dari hulu Sungai Air Batu Buding menuju puncak Gunung Tajam laki yang berjarak sekitar 12 km, hanya jalan setapak, Tu’ Kundo dan pengikut Syekh Abdullah kesulitan untuk menemukan jalan menuju puncak dan menentukan tempat yang cocok untuk pemakaman. Untuk itulah kemudian mereka menetapkan kucing kesayanan Syekh Abdullah sebagai penuntun menuju puncak.
Singkat cerita, dengan dibungkus kulit kayu kepang, Tu’k Kundo dan pengikut lainnya mengiringi kucing kesayangan Syek Abdullah menuju puncak Gunung Tajam. Satu keajaiban kembali terjadi. Sepanjang perjalanan menuju puncak tak hentinya semerbak bau kembang setaman.
Keajaiban lain juga terjadi, sesampainya di satu tanah datar di puncak Gunung Tajam laki, kucing kesayangan Syekh Abdullah mati. Kematian kucing tersebut dianggap Tu’ Kundo sebagai isyarat bahwa di tempat itulah jasad Syekh Abdullah harus dimakamkan. Sesuai dengan amanah, maka di tempat itulah kemudian jasad Syekh Abdullah dimakamkan.
Saat menggali kuburan untuk Syekh Abdullah kembali keajaiban terjadi. Selama tujuh hari tujuh malam penggalian, silih berganti menebar bau wangi dan busuk. Hal itu membuat masyarakat yang ikut ke pemakaman tersebut pulang, hingga akhirnya menyisakan tujuh murid Syekh Abdullah. Akhirnya, setelah penggalian kuburan seleai jasad Syekh dimakamkan, sementara di ujung kakinya dimakamkan kucing kesayangan beliau.
Karena dibukurkan di puncak Gunung Tajam, Sayid Hasan bin Abdullah atau Syekh Abubakar Abdullah kemudian hari dikenali sebagai Keramat Gunung Tajam atau Datuk Gunung Tajam. Kini, makam Keramat Gunung Tajam itu menjadi tempat ziarah, yang selalu ramai dikunjungi orang terutama umat Islam.
Taken from : cerite kampong dari kampoeng halaman, edited by bule SAHIB
No comments:
Post a Comment