Pages

Monday, September 29, 2014

Cerita Rakyat Belitong / FOLKLOR

RAJA BEREKOR



Cerita ini merupakan kelanjutan dari cerita asal usul Pulau Belitung. Dimana terdapat sebuah pulau hanyut yang diakibatkan kemurkaan seorang raja di Bali akibat anaknya mengandung anak akibat hubungannya dengan anjing kesayangannya.

=========

HATTA setelah tiba waktunya, sang putri yang mengandung akibat hubungan dengan anjing kesayangannya dan dikutuk ayahnya seorang raja yang bijak dan adil di Bali, melahirkan seorang bayi laki-laki. Berbeda dengan bayi normal, sekujur tubuh bayi tersebut penuh ditumbuhi bulu-bulu subur serta memiliki sebuah ekor kecil, layaknya anjing.

Ringkas cerita, karena persediaan makanan kiriman dari istana sebelum dikutuk ayahnya telah menipis, sang putri pun mulai menggantungkan hidup dari alam. Untuk membesarkan anaknya, ditemani anjing kesayangannya ia berburu binatang apa saja yang ada di hutan, menangkap ikan, serta memakan tumbuhan hutan apa saja yang bisa dimakan. Oleh ibunya, setelah beranjak besar, si anak berekor diajarkan cara berburu dan menangkap ikan di sungai.

Satu hari, setelah mulai beranjak dewasa, si anak berekor berburu sendiri ke hutan. Dalam hutan ia bertemu sepasang burung (disebutkan sebagai burung kutilang, red.) yang sedang memberi makan anaknya. Sedianya ia akan memanah burung-burung tersebut. Namun, mengingat burung tersebut sedang memberi makan anaknya, anak berekor pun mengurungkan niatnya. Dalam hatinya malah timbul rasa kasihan dengan keharmonisan ‘keluarga burung’ tersebut.

Sepanjang hari itu, ia merasa sangat terkesan dengan keluarga burung tersebut. Sepanjang perjalanan ia terus terbayang kemesraan burung tersebut. Hingga tak seekor burung pun dipanahnya hari itu.

Setiba di rumah, ia pun segera menghampiri ibunya dan bertanya, “Mak, dimane aya aku ne?”
Ditanya demikian, si ibu hanya menjawab pendek, ”Aya kau ndak ade.”

Tak puas dengan jawaban ibunya, si anak pun lantas berujar, ”Ndak mungkin anak manusie ndak ade aya. Sedang binatang saja’, macam burung kutilang nok aku liat de dalam utan saja’ ade umak bapa’e.”

Walau didesak, sang putri tetap tak menjawab. Hingga kemudian anaknya berkata keras kepada ibunya. “Sebutla benar-benar demane aya aku?! Kalu’ ndak, ikam aku buno,”sergahnya dengan bengis.

Mendengar ancaman tersebut, karuan si ibu ketakutan. Sebab anaknya kini telah menjadi laki-laki dewasa bertubuh tinggi besar, berotot, pemberani, tangkas dan sangat kuat. Akhirnya, setelah berkali-kali diancam, sang ibu pun berkata, “Aya kau to si Tumang, asu’ kesayangan kite.”

Mendengar jawaban tersebut, bukan main marahnya si anak berekor. Sekejap kemudian ia telah berhasil menangkap Tumang yang berdiri tak jauh dari ibunya. Dalam hitungan detik terdengar lengkingan pendek tapi nyaring si Tumang. Sekejap kemudian, nampak anjing itu telah terkapar di atas tanah. Kepalanya hancur, akibat bantingan keras si anak. Tumang, anjing kesayangan sang putri, yang adalah ayah biologis si anak berekor, mati mengenaskan akibat dibanting anaknya sendiri. Bangkainya lalu dihanyutkan di sungai.

Begitulah, waktu pun terus berjalan. Si anak berekor telah tumbuh menjadi seorang pemuda normal yang gagah perkasa, namun ekornya makin panjang. Satu hari, kepada ibunya, pemuda berekor itu minta izin untuk menjelajahi daerah lain. Oleh ibunya, ia disarankan membuat perahu.
Singkat cerita, setelah perahu dan berbagai perlengkapan serta perbekalan selesai disiapkan, pemuda berekor pun berangkat. Berlayar mengarungi samudra tanpa tahu arah tujuan pasti, hingga akhirnya mencapai daratan Pulau Sumatera, yang masuk wilayah kekuasaan Raja Palembang.

Mengetahui daerah tempatnya mendarat termasuk wilayah kekuasaan Raja Palembang, pemuda berekor itu pun datang menghadap ke istana. Kepada Raja Palembang ia mengajukan diri untuk menjadi raja. Raja Palembang setuju dengan usulan tersebut. Namun, syaratnya, ia harus memerintah di daerah asalnya, dan daerah tersebut harus menjadi wilayah taklukan Raja Palembang.

Syarat Raja Palembang itu diterima pemuda berekor, hingga jadilah ia sebagai seorang raja di daerah asalnya yang kemudian terkenal dengan Raja Berekor. Namun, sebelum kembali ke daerah asalnya, ia dibekali perlengkapan secukupnya dan rakyat berasal dari daerah taklukan Raja Palembang. Konon, jumlahnya setara dengan jumlah bulir padi sebanyak delapan gantang.
Dikisahkan setiba di Belitung, Raja Berekor mendirikan istana di sekitar Ai’ Bebula’, Keleka’ Usang ke arah Perawas, sejajar dengan aliran Sungai Cerucuk yang melintasi Kampung Perawas sekarang ini. Singgasananya terbuat dari sebuah tempayan besar. Di atas tempayan besar itulah diletakkan satu keping papan dari kayu ulin yang diberi lobang, sebagai tempatnya memasukkan ekor ketika duduk di singgasana. Alhasil, kemana pun Raja Berekor ini pergi tempat duduknya itu selalu dibawa.

Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Berekor didampingi sembilan pembantu, terdiri dari: perdana menteri, hulubalang dan pesuruh yang salah satunya bernama Sikum. Selain itu ditangkap pula sejumlah perempuan untuk dijadikan juru masak dan dayang-dayang istana. Dengan dukungan sejumlah pembantunya, pemerintahan Raja Berekor berjalan baik dan sesuai dengan kehendak raja. Pendek kata, setiap kehendak raja selalu dituruti para pembantunya, yang sebenarnya takut dengan kekekaran dan kebengisannya.

***

SATU hari serorang juru masak istana membuat kelalaian. Saat menyiapkan makan siang buat sang raja, salah satu jarinya tersayat pisau, hingga darahnya menetes dalam makanan yang sedang disiapkan. Ketika makanan tersebut dihidangkan kepada raja bukan mainnya takut si juru masak.

Tapi, apa yang terjadi kemudian? Setelah dihidangkan, sang raja pun langsung memakannya dengan lahap. Sekonyong-konyong, Raja Berekor tertawa terbahak-bahak, sambil berteriak keras kepada Perdana Menterinya.

“Perdana Menteri, panggil juru masak!”

Perdana Menteri pun langsung memanggil juru masak dan kembali menghadap sang raja bersama juru masak tak lama kemudian.

“Ampun Baginda, hamba datang ngadap,” ujar Perdana Menteri diikuti juru masak.

“Juru masak! Nyaman benar kau masak sari ne’. Rasanye lebe nayman dari masakan nok la uda-uda. Bahan ape nok kau masokkan de dalamnye?” tanya Raja Berekor.

Ditanya demikian, tukang masak gemetaran. Mukanya pucat pasi. Keringat dingin mengucur deras di dahinya.

“Ampun, tuanku, hamba masak macam biase saja’. Ndak ade nok demasukkan bang masakan itu. Semuanye bumbu masak kan bahan nok ade de dapor kite,” jawab juru masak itu gemetaran.

“Akh, ndak mungkin!” sergah sang raja. “Cuba’ terus terang. Pasti ade nok lebe dari biasenye,” sergah sang raja lagi.

Takut dengan raja, juru masak itu pun dengan pasrah dan terbata-bata berujar, ”Seingat hamba, ...waktu ngiris sayor, ujung tangan hamba teiris pisu’ lalu banyak keluar dara. Dara itu, ... tecampor kan bumbu tadi’,” jawab juru masak tersebut sambil gemetaran.

Mendengar jawaban si juru masak, sang raja tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil. Dalam hatinya terbayang mungkin darah manusia dicampur daging manusia lebih enak rasanya. Hingga akhirnya muncul keinginan untuk memakan daging manusia. Sesaat kemudian ia pun berkata kepada Perdana Menteri.

“Perdana Menteri, ngape kite ndak nyuba’ makan daging manusie saja’?” tanya raja lagi.

“Hamba, ...ndak sampai ati, tuanku,” jawab Perdana Menteri ketakutan.

Dijawab demikian, meledaklah kemarahan sang raja. Sambil menghunus pedang ia berteriak, “Turute’ perinta aku! Kalu’ ndak, kau nok aku buno!

Akhirnya, dengan sangat terpaksa Paman Menteri menuruti kehendak raja lalim itu. Membunuh manusia untuk dijadikan santapan raja. Korban pertamanya adalah juru masak. Rupanya dugaan raja bengis itu benar. Ketika menyantap daging sang juru masak ia nampak merasakan kenikmatan tiada tara.

Sejak saat itu, setiap hari, pasti ada rakyatnya yang dikorbankan untuk dijadikan santapan raja pemakan manusia ini. Semua jenis dan tingkatan umur dicoba. Anak-anak, orang dewasa, orang tua, laki-laki maupun perempuan. Malahan terkadang dalam sehari lebih dari satu orang yang menjadi korban.

Akibatnya, rakyat semakin takut. Kerajaan pun semakin sepi. Semua rakyat berdiam diri di dalam rumah, menghindar agar tidak menjadi santapan raja. Akhirnya, rakyat yang semula begitu banyak hari demi hari menjadi kian sedikit. Sementara para pembantu istana tak berdaya mengatasi tabiat buruk raja yang buas dan kejam itu.

Satu saat, tanpa diketahui para hulu balang istana rakyat melarikan diri ke daerah Belantu, Sijuk, Buding dan daerah lainnya. Sedang yang belum sempat melarikan diri dan jumlahnya sangat sedikit, kemudian mendapat giliran menjadi santapan raja. Hingga akhirnya yang tertinggal hanya sembilan orang pembantu raja saja. Mengetahui rakyatnya sudah tak ada lagi di kerajaan, Raja Berekor pun menjadi gelisah dan menanyakannya kepada kepada sembilan pembantunya. Oleh mereka dijawab bahwa, rakyat telah habis dijadikan santapan raja.

Karena haus dengan darah dan daging manusia, raja pun bermaksud memakan ke sembilan pembantunya yang masih tersisa di istana. Namun, bagaimana caranya? Segera lah raja bengis ini memanggil ke sembilan pembantunya dan mengadakan sayembara yang terdiri dari dua buah teka-teki berbunyi: “DELIPAT KEMBANG DELIKOR, DELIMA KEMBANG DELIKAM”.

“Barang siape ndak dapat ngenjawabnye, kan kubuno. Untuk itu mikak kuberi’ waktu dua’ ari untuk ngenjawabnye,” ungkap sang raja.

Mendapat sayembara tersebut ke sembilan pembantu raja itu segera bermusyawarah. Salah satunya adalah pak Sikum. Orang tua ini sudah lama mengabdi pada kerajaan. Hingga ia tahu persis keadaan kerajaan. Setelah bermusyawarah, ke sembilan orang ini pun akhirnya berhasil memecahkan teka-teki tersebut. “Delipat kembang delikor” berarti empat orang dimakan waktu lohor (siang) dan “Delima kembang delikam” berarti lima orang dimakan dimakan waktu malam.
Setelah berhasil memecahkan teka-teki tersebut tiba-tiba pak Sikum berteriak, “Kite harus ngadile’ raje lalim itu.”

Tapi, lanjutnya, “Kite ndak mungkin ngembunonye secare terang-terangan. Sebab die sakti benar, die jua’ kebal kan senjate tajam.”

Menghadapi kenyataan itu, semua yang hadir terdiam. Namun, secara tiba-tiba Pak Sikum teringat sesuatu. “Di istana tesimpan dua’ bua alu sakti tebuat dari kayu simpor laki. Alu sakti itu la nok dapat mgembuno raje,” ujarnya setengah berteriak.

Untuk melaksanakan niatnya, sembilan pembantu raja itu pun mencuri dua alu sakti tersebut. Lalu, mereka menyusun rencana pembunuhan terhadap raja bengis itu. Disepakati waktunya saat mereka menghadap raja ketika batas waktu yang diberikan habis.

Batas waktu yang ditetapkan raja pun tiba. Ke sembilan pembantu raja datang menghadap. Namun, dari singgasananya, raja merasa ada kejanggalan pada pembantunya. Dua di antara mereka tidak membawa tombak seperti biasa, tapi membawa alu. Hingga Raja Berekor menjadi agak sedikit curiga.

Masih curiga, raja pun menanyakan apakah mereka sudah berhasil menjawab teka-teki yang diajukannya dua hari lalu.

Pertanyaan raja itu, secara berpantun dijawab Perdana Menteri, dengan membalikkan teka-teki yang diajukan:
Delime kembang delikor
Delipat kembang delikam
Urang limak ngibit ikor
Urang empat serete nikam

Belum sempat, raja bereaksi pak Sikam, langsung membalas pantun Perdana Menteri:
Sak dua daun simpor
Ketige daun genalu
Urang limak ngibit ikor
Urang dua’ ngempok kan alu

Mendengar jawaban tersebut, sadarlah Raja Berekor bahwa pantun itu adalah siasat sembilan para pembantunya untuk membunuhnya. Seketika murkalah raja berekor. Ia bangkit dari singgasananya, hingga tanpa ia sadari ekornya turut keluar dari lobang tempayan.

Begitu melihat ekor sang raja keluar, serentak para pembantu raja itu menyerang. Lima orang memegangi ekor, empat lainnya masing-masing dua orang memukul kepala raja bengis dan kejam itu dengan alu sakti dan menusuknya dengan keris. Akibatnya, seketika tubuh raja yang besar dan kekar itu pun tumbang bersimbah darah. Mayatnya, oleh sembilan pembantunya, dihanyutkan ke sungai. Dengan begitu tamatlah riwayat Raja Berekor, pemangsa manusia yang bengis dan kejam itu.

***

Kayu simpor laki ini menurut kepercayaan orang belitung sebagai penangkal binatang buas dan berbisa, seperti harimau dan ular. Menurut cerita, kesaktian simpor laki ini didukung oleh papatah lama di Belitung yang berbunyi:

Alu segiok giong
Segale-gale ubi
Sekucak-sekucong
Tentong kayu bingkok, bingkok demakan api
Alu ukan sembarang alu
Alu tebuat dari simpor laki
Sifat nok beikor
Amun tepelasa kan simpor laki
Tentu mati ...

Taken from : cerite kampong dari kampoeng halaman, edited by bule SAHIB

1 comment:

  1. The Borgata Hotel Casino & Spa in Atlantic City, New Jersey - JTM Hub
    JW 여수 출장안마 Marriott Atlantic 하남 출장마사지 City | 밀양 출장샵 4.8/10. The Borgata Hotel Casino & Spa in Atlantic City features 50000 남양주 출장마사지 square feet of 과천 출장안마 entertainment including

    ReplyDelete