Pages

Tuesday, September 30, 2014

Kisah Kampung Kami Pangkallalang / About My Village Pangkallalang

The Kim Tjan : Kisah Pedagang Tiongkok



Di Kampung kami, Pangkallalang, sebuah desa (sekarang sudah jadi kelurahan) terdapat sejumlah toko kelontong milik orang Cina, malah kata nya Cina ini langsung datang dari daratan Cina ke Belitung, tepatnya di Pangkallalang.

Bagi, anak-anak muda kampun kami, toko Kelontong Cina ini menjadi ajang adu curang saat belanja. Tapi hanya sebatas makanan kecil saja, semisal permen dan kue kecil saja. Ibarat peribahasa Cina, dimana ada gula disitu ada semut. Itulah padanan kata untuk aksi curang anak-anak muda usia belasan (11-15 tahun) yang suka memraktekkan aksi 'makan tiga sy Syura Pangkallalang. Namanya Toko The Kim Tjan. Di peringkat kedua Toko Ayen. Lalu di daerah tanjakan sekitar 200 meter dari simpang empat --kami menyebutnya tegil Aik Berutak-- juga terdapat dua tuko. Toko Bi’ Man kan Toko Acai. Lalu ke arah lain dari simpang empat --kami menyebutnya tegil Kik Dagul-- dulu ada Toko Subo, lalu kemudian muncul Toko Kak Sop.

Menariknya dari toko-toko ini, toko Kim Tjan dan Ayen adalah jadi pusatnya. Di antare kedua toko ini, jenis barang dagangan di toko Kim Tjan ne lebih bervariasi dibanding Toko Ayen. Mungkin karena lebih bevariasi itulah, kalau zaman sekarang toko Kim Tjan bisa dibilang  mini market lah. Karene itu pula, konsumen tuko Kim Tjan lebih banyak dari segala umur.

Buruknya, karena kelengkapan barang dagangan itulah, lalu toko Kim Tjan lah yang kemudian menjadi tempat paling favorit mengamalkan praktik curang, utamanya kue basah yang ada di 'meja kasir' Trik nya gampang. Kalau belanja di toko Kim Tjan, misal e meli kumbu kacang (gandas turi). Cara nya gampang, makan dulu satu biji sambil makan balikkan sempoa Kim Tjan yang ada di 'meja kasir'. Nah ketika Kim Tjan sibuk menghitung ulang dengan sempoanya, selipkan satu lagi kumbu kacang di bagian dalam telapak tangan. Begitu selesai Kim Tjan berhitung, tinggal tunjukan satu kumbu kacang, dan yang dibayar cukup satu saja. Nah teknik ini juga berlaku untuk permen dan kue-kue lain. Itu trik ngilat de toko Kim Tjan.

Beda dengan toko Kim Tjan, di toko Ayen, lebih banyak menjual berbagai jenis makanan kesukaan anak kecil. Semisal permen karet Fu San, hamoi, ham lam, asinan kedondong, permen rokok2 an, permen telor cicak sampai seukuran telur puyuh. Pendek kata semua makanan kesukaan anak kecil tersedia di toko Ayen. Nah cara curang di Toko Ayen, tentu lebih gampang lagi. Hamlam misalnya, biasa nya dimakan satu dulu baru setelah itu nyendok lagi satu dari roples ham lam. Teknik ini namanya telanmakan satu , tunjokek sikok, tapi bayar e sikok.

Nah de tegil Aik Berutak, toko Bi’ Man selevel legendaris nya dengan toko Acai. Nah tuko Bi’ Man, ada kekhususan  tersendiri. Lebih banyak menjual sayur mayur. Nggak jelas kenapa Toko Bi' Man lebih fokus menjual sayur mayur.  Nah yang jadi favorit untuk bahan praktik curang anak-anak muda, apalagi kalau  bukan kue yang ditaruh di tampah. Tekniknya sama, telan atau tahan di mulut satu, lipat de tangan satu, lalu tunjukkan satu saat mau bayar.

Nggak seberapa jauh dari toko Bi’ Man ada toko Acai, orang Cina. Spesialis toko ini jual tauco dan kecap. Nah karena Acai tiap hari memproduksi kecap sendiri juga tauco, bau di toko ini sangat nggak sedap. Mungkin setara dengan bau pedesaan tanah Tiongkok. Pendek kata, di antara toko-toko yang ada di Pangkallalang, Toko Acai mengantongi predikat paling jorok dan bau. Nah, karena Acai memiiki banyak anak, melakukan aksi curang agak susah di Toko Acai. Pengawasannya super ketat.

Ke arah lain (timur) kampung kami, Pangkallalang, ada toko Cina yang bisa dikatakan satu level dengan Toko Kim Tjan. Kami menyebutnya Toko Nek Po. Beda dengan The Kim Tjan, anak dan cucu Nek Po lebih gaul dan sekolah di kampung kamu, hingga jadi lebih terbuka dan modern.

Keberadaan tuko-tuko Cina di Pangkallalang, bisa dikatakan berkembang sesuai kebutuhan dan menjadi tempat pelarian terakhir urang (penduduk) Pangkallalang. Semisal Toko Kim Tjan dan Ayen,  adalah tempat berlari urang Pangkallalang dalam (SD 20  sampai Kelapa Gading), Pangkallalang luar (jalan utama), dusun baro sampai Aik Pancor. Di dua toko itu lah orang-orang kampung kami dan seputaran nya, membeli kelapa, beras, kue-kue dan makanan kecil, minyak tanah maupun minyak goreng. Dan, di kedua toko itu lah urang berlari ketika tanggal-tanggal di kalender sudah mendekat angka 30, alias ujung bulan.

Toko Subo, Kak Sob, Bang Tam, Pak Seman, adalah andalan urang yang bermukim di Aik Kungkeng. Sementare toko Nek Po andalan orang belakang stadion.

Sekarang, beberapa toko-toko penopang ekonomi rumah tangga di ujung bulan itu hanya tinggal nama. Toko Bi’ Man, Toko Acai ( la pinda), Toko Sehak, Toko Ayen, Toko Kak Sob, sudah nggak ada lagi, alias tutupp. Yang tetap eksis tinggal toko The Kim Tjan dan Toko Nek Po. Dua toko milik Cina (bukan peranakan, tapi betul Cina pendatang) itu lah saksi regenerasi orang kampung kami, Pangkallalang. Cina pendatang yang sudah menjadi bagian kehidupan orang Pangkallalang, bersama-sama membangun kampung kami.

Semoga saja, kebiasaan buruk curang di warung Kim Tjan dan Nek Po nggak ikut menurun ke anak cucu. Namun, bagaimana pun nakalnya kami di masa kanak-kanak hingga usia belasan, Kim Tjan, Nek Po, Ayen, Acai, tidak pernah mendendam. Mereka ikhlas, rela, karena mereka adalah bagian tak terpisahkan dari Pangkallalang. Itulah kampung kami, tanpa memandang suku, ras dan agama, hidup rukun damai, saling bantu membantu, hingga hari ini.

WHW, rewrite awal Oktober 2014

No comments:

Post a Comment