Pages

Tuesday, September 30, 2014

Tentang Belitung... / About Belitung


Tentang Pulau Kami, BELITONG


“Kamu Belitung atau Bitung? Di Sulawesi dong.” Dua puluh tahun silam, karena kedekatan antara bunyi sebutan Belitung dengan Bitung, banyak orang bingung dimana letak Belitung sebenarnya.

Kini, setelah Belitung banyak terpublikasi, pertanyaan persisnya tentang Belitung pun juga masih menggema. Setelah menjadi provinsi sendiri, Kepulaua Bangka-Belitung, banyak yang mengira Bangka dan Belitung itu masih satu pulau.

Padahal Belitung memiliki sejarah sangat panjang. Sejarah mencatat pada akhir abad Ke-7 Belitung merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Sriwijaya. Di saat Kerajaan Majapahit, pada tahun 1365 Belitung ini menjadi salah satu benteng pertahanan laut Majapahit.

Palembang sendiri, baru menaklukkan Belitung pada abad ke-15, di saat  di Belitung sudah ada empat kerajaan lokal. Yaitu Kerajaan Badau, Kerajaan Balok, Kerajaan Belantu dan Kerajaan Buding yang merupakan bagian dari Kerajaan Balok.
Pada abad ke-17, Pulau Belitung menjadi jalur perdagangan dan tempat persinggahan kaum pedagang Cina dan Arab. Sementara sejarawan Cina Fei Hsin (1436) mencatat orang Cina sudah mengenal Belitung pada tahun 1293, akibat sebuah armada Cina dipimpin Shi Pi, Ike Mise dan Khau Hsing yang sedang mengadakan perjalanan ke Pulau Jawa terdampar di perairan Belitung.
Cikal kolonisasi Belanda di Belitung bermula tahun 1668. Saat sebuah kapal Belanda bernama 'Zon De Zan Loper', dibawah pimpinan Jan De Marde, mendarat di Sungai Balok, satu-satunya bandar di Belitung yang saat itu ramai dikunjungi pedagang asing.
Berdasarkan penyerahan Tuntang pada 18 September 1821, Belitung termasuk wilayah kekuasaan Inggris. Namun, secara de facto telah terjadi pada 20 Mei 1812.
Berdasar Surat Keputusan Komisaris Jenderal Kerajaan Inggris tanggal 17 April 1817, Inggris menyerahkan Belitung kepada Kerajaan Belanda. Atas nama Baginda Ratu Belanda, ditunjuk seorang Asisten Residen untuk menjalankan pemerintahan di Pulau Belitung.
Pada tahun 1823, JP. De La Motte, seorang Asisten Residen sekaligus pimpinan tentara Kerajaan Belanda berpangkat Kapten berkebangsaan Belgia,  menemukan timah di Belitung. Seusai Traktat London (1850), penambangan timah diambil alih Billiton Maatschapij, sebuah perusahaan penambangan timah milik Pemerintah Belanda.
Tentara Jepang mulai menduduki Pulau Belitung sejak April 1944. Namun, setelah pada awal 1945 sempat membentuk Badan Kebaktian Rakyat yang bertugas membantu pemerintahan, masa pendudukan Jepang berakhir. Onder Afdeling Belitung kembali dikuasai Belanda pada 1946 dan kembali diperintah Asisten Residen Bangsa Belanda. Sementara penguasaan distrik tetap dipegang oleh seorang Demang yang kemudian diganti dengan sebutan Bestuurhoofd.
Di masa awal kemerdekaan Belitung beberapa tahun pernah menjadi bagian dari Gewest Borneo, lalu menjadi bagian Gewest Bangka - Belitung dan Riau. Setelah muncul peraturan yang  mengubah Belitung menjadi Neolanchap, pada 1947 dibentuk Dewan Belitung sebagai badan pemerintahan.
Pada waktu pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), Neolanchap Belitung merupakan negara tersendiri, bukan sebagai negara bagian. Tahun 1950 Belitung dipisahkan dari RIS dan digabungkan dalam Republik Indonesia. Pulau Belitung menjadi sebuah kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan dibawah kekuasaan militer, karena pada waktu itu Sumatera Selatan merupakan Daerah Militer Istimewa. Sesudah berakhirnya pemerintahan militer, Belitung kembali menjadi kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati.


Kini, Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar.
Secara geografis, Belitung (orang local melafalnya Belitong), adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia, terletak pada 107°31,5' - 108°18' Bujur Timur dan 2°31,5'-3°6,5' Lintang Selatan, diapit Selat Gaspar dan Selat Karimata. Belitung bertahun-tahun terkenal sebagai penghasil timah. Belitung juga kaya dengan bahan tambang lainya, semisal bahan tambang tipe galian-C  pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Kekayaan ini mengalahkan kekayaan alam lainnya semisal lada putih (Piper sp.) --dalam bahasa setempat disebut sahang— dan hasil laut.

Akhir-akhir ini pulau seluas 4.800 km² atau 480.010 ha yang dimukimi oleh suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka ini mulai dikenal sebagai tujuan wisata alam alternatif.




No comments:

Post a Comment